BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemahaman dalam menafsirkan Al-Qur’an terkadang banyak mengundang polemik. Dalam realitas kehidupan, banyak orang yang menjadi “mufassir instan”. Akibatnya pemahaman yang ditarik dalam bentuk implementasi dan aplikasi begitu mencuat jauh dari yang sebenarnya, hanya dengan modal guru ngaji, banyak orang yang menafsirkan Al-Qur’an tanpa ilmu yang memadai. Hal ini yang kita takutkan, karena disamping sesat juga akan menyesatkan. Rasulullah dalam banyak haditsnya mengingatkan untuk tidak menafsirkan ayat-ayat Allah tanpa ilmu, di antaranya adalah:
من قال في القرآن برأيه أو بما لا يعلم فليتبوأ مقعده من النار
Maksudnya: “Barangsiapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapatnya atau tanpa dilandaskan dengan ilmu maka silahkan mengambil tempatnya di neraka”.
Dan dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda :
مَنْ قَالَ فِيْ الْقُرْآنْ بِرَأيِهِ فَقَدْ أَخْطَأ
Maksudnya : “ Barangsiapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapatnya, maka ia telah keliru”. (HR. Turmudzi, Abu Daud, dan Nasa’i).
Upaya agar tidak muncul para mufassir-mufassir instan tersebut sudah sering di himbaukan oleh para ulama’-ulama’ terdahulu agar sebelum kita mentafsiri Al Qur-an kita harus menguasai beberapa ilmu tafsir dengan mahir, agar tidak terjadi salah pemahaman atau pentafsiran, dengan tetap berpijak pada visi dasar Al-Qur’an sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam Al Qur-an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep-konsep pendidikan yang telah sering dibicarakan olah para cendekiawan muslim, ada beberapa istilah “Pendidikan Islam” dari lafad bahasa Arab(Al Qur-an). Misalnya kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Makalah ini berusaha membahas tentang konsep pendidikan Islam yang terdapat dalam Al Qur-an khususnya pada tiga istilah pendidikan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari pembutan makalah ini,maka dapat dirincikan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut :
1.2.1 Konsep pendidikan Islam dalam Istilah tarbiyah
1.2.2 Konsep pendidikan Islam dalam istilah ta’lim
1.2.3 Konsep pendidikan Islam dalam istilah ta’dib
1.2.4 Misi profesi pendidikan Islam
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi dan juga mempunyai tujuan agar pembaca lebih mudah memahami dan mengerti tentang konsep-konsep pendidikan Islam yang terdapat dalam Al Qur-an.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep pendidikan Islam dalam Istilah tarbiyah
Istilah terbiyah diambil dari kata rabba, yarubbu, tarbiyah yang artinya memperbaiki, menguasai, menuntut, menjaga, memelihara. Imam Al Baidhowi mengartikan tarbiyah adalah menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurrna. Tarbiyah juga berasal dari kata rabiya, yarba yang artinya menjadikan sesuatu itu jadi lebih besar. Selanjutnya kata tarbiyah juga berasal dari kata raba, yarbu yang artinya bertambah, bertumbuh atau berkembeng sebagaimana kita jumpai dalam Al Qur-an surat Ar Ruum ayat 39 :
Artinya : “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
39. (Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain memberi kepadanya balasan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan; pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksud dalam masalah muamalah (agar dia menambah pada harta manusia) yakni orang-orang yang memberi itu, lafal yarbuu artinya bertambah banyak (maka riba itu tidak menambah) tidak menambah banyak (di sisi Allah) yakni tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. (Dan apa yang kalian berikan berupa zakat) yakni sedekah (untuk mencapai) melalui sedekah itu (keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan) pahalanya sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau mukhathabin.)[1]
Semua arti itu sejalan dengan lafad yang digunakan oleh Al Qur-an untuk menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan kakuatan baik itu kekuatan fisik, akal maupun akhlak.
Bertolak dari ketiga lafad tersebut Abdur Rahman Al Nahlawi menyimpulkan bahwa tarbiyah mengandung empat unsur pokok, yaitu : pertama, menjaga dan memlihara fitrah anak menjelang dewas; kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan; dan keempat, dilaksanakan secara bertahap.
Adapun ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep tarbiyah misalnya :
Surat Asy Syu’aro’ ayat 18 :
Artinya : “Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu[2].”
018. (Berkatalah) Firaun kepada Nabi Musa, ("Bukankah kami telah mengasuhmu di dalam keluarga kami) yakni dalam rumah kami (waktu kamu masih kanak-kanak) semasa kecil, baru saja dilahirkan, tetapi sudah disapih (dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu), selama tiga puluh tahun, pada masa itu Musa berpakaian seperti Firaun dan berkendaraan
sebagaimana Firaun, ia dikenal sebagai anak angkat Firaun.[3]
Surat Al Isra’ ayat 24 :
Artinya : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
024. (Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua) artinya berlaku sopanlah kamu terhadap keduanya (dengan penuh kesayangan) dengan sikap lemah lembutmu kepada keduanya (dan ucapkanlah, "Wahai Rabbku! Kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana) keduanya mengasihaniku sewaktu (mereka berdua mendidik aku waktu kecil.").[4]
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa tarbiyah adalah proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia, dalam pengertian ini pendidikan merupakan upaya untuk menyempurnakan proses penciptaan manusia dalam pertumbuhannya, sehingga menjadi sempurna.
Menurut Al Razi dalam karyanya tafsir Al Kabir, lafad tarbiyah berarti pertumbuhan atau pengembangan(taimiyah). Dalam penjelasannya dikatakan bahwa pengarahan tidak hanya terbatas pada berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk perkataan, akan tetapi lebih dari itu, pengajaran itu ditunjukkan untuk tindakan atau perbuatan supaya seorang anak sudi mendo’akan orang tuanya supaya diberi rahmat.
Hal tersebut senada dengan yang di jelaskan dalam tafsir Al Thabathaba’i ( Al Mizan fi tafsir Al Qur-an ) bahwa seorang anak supaya selalu mengingat pengasuhan ( pembinaan dalam rangka mendidik/tarbiyah ) yang dilakukan oleh kedua orang tuanya ketika masih kecil, oleh karena itu seorang anak harus berdo’a supaya Allah memberikan rahmat kepada keduannya sebagaimana mereka berdua memberikan belas asuhan dan mendidiknya diwaktu kecil.
Imam Al Qurtubi dalam tafsirnya ( tafsir Al Qurtubi ) dijelaskan bahwa makna Al Rabb adalah pemilik, tuan, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Menambah dan Yang Maha Menunaikan. Sementara Sayyid Qutub dalam kitabnya tafsir fi dlila lil Al Qur-an mengartikan kata Rabbiyun sebagai pemeliharaan anak serta menumbuhkan kematangan sikap mentalnya.
Imam Mushthofa Al Maraghi dalam tafsirnya ( Tafsir Al Maraghi ) memberikan arti tarbiyah dengan dua bagian. Pertama, Tarbiyah Kholqiyah yakni pembinaan dan pengembangan jasad, jiwa dan akal dengan berbagai petunjuk; Kedua, Tarbiyah Diniyah Tahdhibiyah yakni pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa. Dari kedua penhertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Al Tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian petunjuk yang dijiwai oleh wahyu ilahi. Hal ini akan menyebabkan potensi manusia akan tumbuh dengan produktif dan kreatif tanpa menghilangkan etika ilahi yang telah ditetapkan dalam wahyuNYA. Dalam surat Ali Imran ayat 79 disebutkan istilah rabbaniyyin yaitu :
Artinya : “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[5], karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
079. (Tidaklah pantas) atau layak (bagi seorang manusia yang diberi Allah Alkitab dan hikmah) artinya pengertian terhadap syariat (serta kenabian lalu katanya kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku dan bukan hamba-hamba Allah!" Tetapi) seharusnya ia berkata ("Hendaklah kamu menjadi rabbani) artinya ulama-ulama yang beramal saleh, dinisbatkan
kepada rab dengan tambahan alif dan nun sebagai penghormatan (disebabkan kamu mengajarkan) dibaca pakai tasydid dan tanpa tasydid (Alkitab dan disebabkan kamu selalu mempelajarinya.") Karena itu bila menghendaki faedahnya hendaklah kamu mengamalkannya.[6]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas telah ditemukan lafad yang sama “ Jadilah kamu para pendidik yang penyantun, ahli fiqih, dan berilmu pengetahuan. Dan dikatakan predikat “rabbani” apabila seseorang telah mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan dari sekecil-kecilnya sampai menuju pada yang tinggi.”
Kalau dikaji secara mendalam ayat dan hadits di atas mempunyai hubungan ( munasabah ) yang sama dalam maknanya. Konsep pendidikan ( tarbiyah ) bukan hanya berbuat baik saja seperti berbakti kepada orang tua, konsep tarbiyah itu meliputi juga tindakan untuk berbakti bahkan sampai mendo’akan supaya mereka mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT. Termasuk pendidikan dalam Al Qur-an tidak sekedar merupakan upaya pendidikan pada umumnya, namun konsep pendidikan ( tarbiyah ) menembus pada aspek etika religius.
2.2 Konsep pendidikan Islam dalam Istilah ta’lim
Istilah ta’lim memiliki dua pola atau bentuk jamak (plural) perbedaan bentuk jamak itu mengakibatkan sedikit perbedaan arti. Pertama, ta’lim dengan pola jamak ta’lim mempunyai sembilan arti, yakni : berita, nasehat, perintah, petunjuk, pengajaran, latihan, pendidikan di sekolah, pendidikan dan bekerja sambil belajar; Kedua, ta’lim dalam pola jamak ta’limat hanya berarti dua macam, yakni petunjuk dan pengumuman.
Ta’lim berasal dari kata (‘allama, yu’allimu, ta’lim) yang berarti mengajar ( memberi informasi ). Lafad tersebut dalam Al Qur-an disebut banyak sekali. Ayat yang oleh para ahli dijadikan dasar rujukan proses pengajaran (pendidikan) diantaranya :
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)[7] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” ( Al Baqarah : 30 )
030. (Dan) ingatlah, hai Muhammad! (Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi") yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturanperaturan-Ku padanya, yaitu Adam. (Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka telah berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka, maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung (padahal kami selalu bertasbih) maksudnya selalu mengucapkan tasbih (dengan memuji-Mu) yakni dengan membaca 'subhaanallaah wabihamdih', artinya 'Maha suci Allah dan aku memuji-Nya'. (dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu dari hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada 'laka' itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak 'padahal' berfungsi sebagai 'hal' atau menunjukkan keadaan dan maksudnya adalah, 'padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!'" (Allah berfirman,) ("Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui") tentang maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam dan bahwa di antara anak cucunya ada yang taat dan ada pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka. Jawab mereka, "Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tahu dari kami, karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya." Maka Allah Taala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air lalu dibentuk dan ditiupkan-Nya roh hingga menjadi makhluk yang dapat merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan tidak bernyawa.[8]
Artinya : “Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[9]."
( Al Baqarah : 32 )
032. (Jawab mereka, "Maha suci Engkau!) artinya tidak sepatutnya kami akan menyanggah kehendak dan rencana-Mu (Tak ada yang kami ketahui, kecuali sekadar yang telah Engkau ajarkan kepada kami) mengenai benda-benda tersebut. (Sesungguhnya Engkaulah) sebagai 'taukid' atau penguat bagi Engkau yang pertama, (Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.") hingga tidak seorang pun yang lepas dari pengetahuan serta hikmah kebijaksanaan-Mu.[10]
Ayat tersebut menunjukkan terjadinya proses pengajaran (ta’lim) kepada nabi Adam as sekaligus menunjukkan kelebihannya karena ilmu yang dimilikinya tidak diberikan kepada makhluk lainnya, maka proses ta’lim hanya bisa terjadi pada makhluk yang berakal. Berdasarkan dua ayat di atas, lafad ta’lim itu cenderung pada aspek pemberian informasi karena pengetahuan yang dimiliki itu semata-mata karena akibat dari pemberitahuan, sehinnga dalam istilah ta’lim itu menempatkan peserta didik sebagai yang pasif adanya. Untuk itu dalam ayat yang lain dinyatakan bahwa Allah mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahui.
Artinya : “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
( surat Al Alaq : 5 )
Imam Al Thabathaba’i ( Al Mizan fi tafsir Al Qur-an, juz 20 ) menafsirkan bahwa Allah mengajarkan baca tulis itu dengan perantaraan pena/alat tulis (kalam, Al Qalam). Pengajaran itu berupa hal-hal yang tidak diketahui ( sesuai dengan tafsir Departemen Agama ).
Menurut Abdul Fattah Jalal dalam bukunya “Minal Ushul Al Tarbiyah Al Islam wa Asalibuha” berdasarkan ayat-ayat di atas diketahui bahwa prose ta’lim lebih bersifat universal. Sebab ketika Al Qur-an diajarkan kepada kaum muslimin, rasulullah tidak terbatas pada dapat membaca saja, tetapi membaca dengan merenungkan yang berisi pemahaman, kemudia dibawa menuju tazkiya (pembersihan hati) sehinnga dapat menerima hikmah serta mempelajari segala sesuatu yang belum diketahui.
Sementara Rasyid Ridha dalam tafsirnya (tafsir Al Manan) mengartikan kata ta’lim dengan proses transformasi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa manusia tanpa adanya batas-batas dan ketentuan tertentu. Pengertian ini berpijak pada surat Al Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
031. (Dan diajarkan-Nya kepada Adam nama-nama) maksudnya nama-nama benda (kesemuanya) dengan jalan memasukkan ke dalam kalbunya pengetahuan tentang benda-benda itu (kemudian dikemukakan-Nya mereka) maksudnya benda-benda tadi yang ternyata bukan saja benda-benda mati, tetapi juga makhluk-makhluk berakal, (kepada para malaikat, lalu Allah berfirman) untuk memojokkan mereka, ("Beritahukanlah kepada-Ku) sebutkanlah (nama-nama mereka) yakni nama-nama benda itu (jika kamu memang benar.") bahwa tidak ada yang lebih tahu daripada kamu di antara makhluk-makhluk yang Kuciptakan atau bahwa kamulah yang lebih berhak untuk menjadi khalifah. Sebagai 'jawab syarat' ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya.[11]
Karena itulah, proses ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahiriyah, mencakup pula pengetahuan teoritis, mengkaji secara lisan dan memerintahkan menerapkan pengetahuan itu. Ta’lim juga mencakup aspek-aspek pengetahuan lainnya serta ketrampilan yang dibutuhkan dalm kehidupan serta pedoman berperilaku. Dalam pengertian ini ta’lim lebih luas dari pada pengertian tarbiyah.
2.3 Konsep pendidikan Islam dalam Istilah ta’dib
Lafad ta’dib mempunyai empat macam arti, yaitu : pendidikan, ketertiban, hukuman dan hukuman demi ketertiban. Lafad ini mengarah pada perbaikan tingkah laku. Dalam Al Qur-an memang tidak ditemukan lafad ta’dib, tetapi lafad ini diambil dari sebuah hadits Nabi yang berbunyi “ Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku.”
Pengerihan ta’dib merupakan alternatif untuk konsep pendidikan Islam (menurut pendapat Al attas). Imam Bukhari mengklasifikasikan hadits tersebut ke dalam bab tafsit Al Qur-an sebagai interpretasi surat At Tahrim ayat 6.( sesuai dengan pendapat Ibnu Hajar)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
006. (Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian) dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu) seperti berhalaberhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada Sembilan belas malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam surat Al-Muddatstsir (yang kasar) lafal ghilaazhun ini diambil dari asal kata ghilazhul qalbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras hantamannya (mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal maa amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai perintah Allah (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad; dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orangorang munafik yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.[12]
Sebagai proses pendidikan yang memerintahkan kepada anggota keluarganya untuk bertaqwa dan taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNYA.
Sekalipun istilah tarbiyah dan ta’lim telah mengakar dan mempopuler, Al Attas menempatkan ta’dib sebagai sebuah konsep yang dianggap lebih sesuai dengan konsep pendidikan Islam. Kata ta’dib sebagaimana yang menjadi pilihan Al Attas merupakan kata yang berasal dari kata “addaba” yang berarti memberi adab atau mendidik. Dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah proses internalisasi dan penanaman adab pada diri manusia, sehingga muatan subtansial yang terjadi dalam kegiatan pendidikan Islam adalah interaksi yang menanamkan adab.
Al Attas melihat bahwa adab merupakan salah satu misi utama yang dibawa Rarulullah yang bersinggungan dengan umatnya. Sehingga dapat di ambil pengertian menghidupkan sunnah Rasul, sebagaiman sabdanya “ Tuhanku telah mendidikku (addaba), dengan demikian membuat pendidikanku (ta’dib) yang paling baik” (HR Ibn Hibban).
Sebuah pemaknaan dari konsep ta’dib ini, Al Attas beranggapan bahwa diri manusia adalah subjek yang dapat dididik, disadarkan sesuai dengan posisinya sebagai makhluk kosmis. Penekanan pada segi adab yang dimaksudkan agar ilmu yang diperoleh dapat diamalkan secara baik dan tidak disalahgunakan menurut kehendak bebas pemilik ilmu, sebab ilmu tidak bebas nilai (value free) tetapi sarat nilai (value laden), yakni nilai-nilai Islam yang mengharuskan pelakunya untuk mengamalkan demi kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.
2.4 Misi profesi pendidikan Islam
Dalam setiap pendidikan pasti mempunyai target visi dan misi yang akan dicapai dan diwujudkan, visi dan misi tersebut dapat dijadikan motifasi pacuan dalam pencapaian tingkat keberhasilan suatu pendidikan.
Dalam pendidikan Islam juga memiliki visi dan misi yang telah dirumuskan, salah satu pembahasan disini adalah tentang misi profesi pendidikan Islam. Seperti dalam Al Qur-an surat Al Alaq ayat 1-5 yang artinya :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[13],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
1. (Bacalah) maksudnya mulailah membaca dan memulainya (dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan) semua makhluk.
2. (Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia (dari 'alaq) lafal 'Alaq bentuk jamak dari lafal 'Alaqah, artinya segumpal darah yang kental.
3. (Bacalah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal pertama yang sama (dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra'.
4. (Yang mengajar) manusia menulis (dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris a.s.
5. (Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia (apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal lainnya.[14]
Ayat di atas merupakan ayat Al Qur-an pertama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dari ayat inilah banyak diambil pemahaman tentang berbagai ilmu pengetahuan, seperti pada lafal اِقْرَاْْ dari lafal ini kita dapat memahami betapa pentingnya membaca, setelah kita sadari bahwa ayat yat ini adalah sumbar dari ilmu pengetahuan, dengan membaca manusia dapat mengerti dan memahami berbagai pengetahuan yang dipelajari, tanpa memabca manusia akan miskin pengetahuan dan akan dikuasai oleh kebodohan. Hal ini sangat berhubungan erat dengan misi profesi pendidikan Islam, yang pada dasarnya ingin mewujudkan cita-cita mulia yaitu menjadi rahmat badi semesta alam, menghargai ilmu dan orang yang berilmu, membangun dan menyelamatkan peradapan umat manusia.
Misi profesi pendidikan Islam mempunyai tujuan yang mulia seperti yang tertulis di atas, dalam pelaksanaan dan penerapannya melalui berbagai proses yang telah dirumuskan, perumusan-perumusan dari berbagai proses ini didasarkan dari berbagai isi kandunagn ayat-ayat Al Qur-an dan beberapa hadits yang berhubungan / menerangkan tentang pendidikan atau Tholabul “ilmi. Pelaku misi profesi pendidikan ini meliputi pendidik dan peserta didik, antara keduanya mempunyai hubungan erat dalam keberhasilan pencapaian tujuan mulia pendidikan Islam, diharapkan pendidik / guru / ustadz dapat memberikan atau menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik / santri dengan metode penyampaian yang mudah difahami, sehingga ilmu pengetahuan tersebut akan mudah diserap oleh peserta didik. Sehingga muncul interaksi aktif dalam pembelajaran dan dengan mudah akan tercapainya tujuan dari pendidikan / pembelajaran tersebut, sebagaimana dalam Al Qur-an surat An Nahl ayat 125 yang :
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[15] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( QS. An Nahl ayat 125 )
125. (Serulah) manusia, hai Muhammad (kepada jalan Rabbmu) yakni agama-Nya (dengan hikmah) dengan Alquran (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan (yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. (Sesungguhnya Rabbmu Dialah Yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) maka Dia membalas mereka; ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam
keadaan tercincang; ketika Nabi saw. melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau saw. bersumpah melalui sabdanya, "Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu."[16]
Proses pendidikan / pembelajaran dalam Islam sangat mengedepankan tata krama, adab dan sopan santun terhadap guru, dalam pengajarannya juga melalui beberapa proses seperti pada isi kandungan surat An Nahl ayat 125 di atas, untuk menyampaikan sebuah ilmu pengetahuan dalam pendidikan atau pengajaran seorang guru/pengajar diharapkan dapat memahami isi kandungan ayat di atas tersebut, yaitu diantaranya Pertama, menyampaikan dengan cara “bil hikmah” dalam arti berkata dan berbuat yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak (baik) dengan yang bathil (buruk), bisa melaui percontohan atau suri tauladan yang baik. Hal ini cenderung memberikan pengetahuan melalui pengalaman atau pelajaran yang diperoleh dari kejadian-kejadian yang dialami (kejiwaan). Kedua, menyampaikan secara lisan dengan cara berbicara/pidato/ceramah dalam hal-hal kebaikan. Ketiga, memberikan keterangan baik berupa jawaban atau penyampaian materi dengan baik dan benar. Sehingga peserta didik mudah mengerti / faham dan tidak menimbulkan keragu-raguan.
Dari ketiga metode pengajaran tersebut dapat dijadikan sebagai misi profesi pendidikan Islam karena sesuai dengan anjuran dalam Al Qur-an dan juga sesuai dengan metode pengajaran secaru umum, karena metode tersebut dianggap dapat mewujudkan proses pembelajaran yang baik dan benar.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa dalam pendidikan Islam terdapat beberapa konsep pendidikan, serta misi profesi pendidikannya terdapat beberapa metode pengajaran. Diantara konsep pendidikan Islam adalah :
3.1 Konsep pendidikan Islam dalam Istilah tarbiyah
3.2 Konsep pendidikan Islam dalam istilah ta’lim
3.3 Konsep pendidikan Islam dalam istilah ta’dib
Adapun metode pengajaran dalam misi profesi pendidikan Islam yang terkandung dalam Al Qur-an surat An Nahl ayat 125 adalah :
Pertama, menyampaikan dengan cara “bil hikmah” dalam arti berkata dan berbuat yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak (baik) dengan yang bathil (buruk), bisa melaui percontohan atau suri tauladan yang baik. Hal ini cenderung memberikan pengetahuan melalui pengalaman atau pelajaran yang diperoleh dari kejadian-kejadian yang dialami (kejiwaan)
Kedua, menyampaikan secara lisan dengan cara berbicara/pidato/ceramah dalam hal-hal kebaikan.
Ketiga, memberikan keterangan baik berupa jawaban atau penyampaian materi dengan baik dan benar. Sehingga peserta didik mudah mengerti / faham dan tidak menimbulkan keragu-raguan.
PENUTUP
Manusia tidaklah lepas dari kesalahan, apabila terdapat kesalahan dan kekurangan yang ada dalam makalah ini, penyusun mohon maaf, tak lupa juga saran dan kritik dari pembaca, karena itu akan menjadikan makalah ini lebih baik .
Demikian makalah ini dibuat dan kami haturkan terima kasih. Semoga bermanfaat bagi kita (pembaca), terutama pada kelompok kami. Amin
Daftar Pustaka
Al Maraghi, Mushtafa, Ahmad. 1365 H. Tafsir Al Maraghi.
Al-Quran, tafsir,DEPAG RI,1992, Al Qur-an dan Terjemahannnya, Semarang, CV. ASY SYIFA’
Al Qurtubi, Ibn Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Al Anshari, Tafsir Al Qurtubi, juz I, Kairo : Barus Sya’bi
As Suyuti, Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Internet :
24-10-2010.
Al Thabataba’I, t.t. Al Mizan fi Tafsir Al Qur-an, Bairut : Mu’assasah Al ‘Alam li al Mabu’at.
Al Attas, Syed Muhammad al Naquib, 1994. Konsep Pendidikan Dalam Islam Suatu Kerangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Mizan.
Jalal, Abd Fatah, 1977. Minal Ushul Al Tarbawiyah fi Al Islam, Mesir : Dar Al Kutub Missriyah.
Ridho, Rasyid, Tafsir Al Manan.
[1] Tafsir Jalalain
[2] Musa a.s. tinggal bersama Fir'aun kurang lebih 18 tahun, sejak kecil
[3] Tafsir Jalalain
[4] Tafsir Jalalain
[5] Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.
[6] Tafsir Jalalain
[7] Khalifah bermakna pengganti, pemimpin atau penguasa.
[8] Tafsir Jalalain
[9] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
[10] Tafsir Jalalain
[11] Tafsir Jalalain
[12] Tafsir Jalalain
[13] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
[14] Tafsir Jalalain
[15] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
[16] Tafsir Jalalain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar